Kementerian Kesejajaran (Kemenkes RI) membeberkan kronologi, hasil investigasi, hingga ancaman Hukuman Politik Yang Terkait Didalam Tindak Kejahatan kematian ibu hamil dan Kandidat bayinya Ke Papua. Ini Sesudah bumil dan bayinya tersebut ditolak empat Fasilitas Medis.
Pejabat Tingginegara Kesejajaran (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan pihaknya langsung mengirim Regu Ke Papua usai laporan ini mencuat. Regu tersebut mengemban dua misi utama, yakni investigasi penyebab kasu dan menyiapkan langkah perbaikan agar kejadian serupa tak terulang.
Regu lintas direktorat meliputi Pelayanan Kesejajaran Primer, Pelayanan Kesejajaran Rujukan, dan Tata Kelola Rujukan, sudah tiba Ke Papua Sebelum 24 November 2025.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Regu memetakan Kepuasan mulai Didalam ketersediaan tenaga spesialis, sarana-prasarana, hingga alur rujukan.
Didalam hasil penelusuran Regu Kemenkes, berikut kronologi lengkap perjalanan medis Irene.
1. Pasien Sudah ANC dan Pernah Periksa Ke RS Wari
Irene tercatat menjalani antenatal care (ANC) Ke puskesmas. Ia juga pernah berkonsultasi Didalam Praktisi Medis spesialis obstetri, ginekologi (obgyn) Ke RS Wari Ke persalinan pertama.
Riwayat persalinan Sebelumnya normal, tertapi Praktisi Medis Mengungkapkan kali ini ukuran janin lebih besar dan perlu pemantauan ketat serta kemungkinan tindakan khusus.
2. 16 November: Datang Ke RS Wari Untuk Kepuasan Nyeri
Ke 16 November 2025, Irene datang Ke RS Wari Didalam keluhan nyeri hebat. Tetapi, Praktisi Medis obgyn Lagi tidak berada Ke tempat Sebab Berpartisipasi Untuk seminar Ke Sulawesi.
Penanganan awal dilakukan Didalam bidan. Sesudah lima jam tanpa kemajuan persalinan dan muncul tanda komplikasi, pasien diputuskan Sebagai dirujuk operasi caesar.
3. Rujukan Ke RS Dian Harapan: Tak Ada Anestesi & NICU Penuh
RS Dian Harapan menjadi tujuan rujukan pertama. Tetapi, situasi Ke sana tak memungkinkan tindakan. Tidak ada Praktisi Medis anestesi yang bertugas, kapasitas NICU penuh.
Irene Malahan belum turun Didalam Kendaraan Pribadi ketika diputuskan harus dirujuk kembali.
4. RS Adipura: Ruang Operasi Lagi Renovasi
Fasilitas Medis berikutnya adalah RS Adipura. Tetapi, seluruh ruang operasi Lagi direnovasi dan tidak bisa digunakan. Pasien kembali dipindahkan.
5. RS Bhayangkara: Ada Spesialis, Tapi Rawat Inap Kelas 3 Tidak Tersedia
Ke RS Bhayangkara, Praktisi Medis obgyn dan anestesi tersedia. Tetapi kendala berikutnya muncul, ruang rawat inap kelas 3 dinyatakan penuh Supaya pasien diarahkan Sebagai menggunakan layanan VIP Didalam biaya Di Rp 3 hingga 4 juta.
Sontak keluarga keberatan secara ekonomi, Supaya memutuskan mencari fasilitas lain.
6. Untuk Perjalanan Ke RS Douwa, Kepuasan Memburuk
Irene dimobilisasi Ke RS Douwa. Tetapi Untuk perjalanan kondisinya Lebih menurun. Bidan memutuskan kembali Ke RS Bhayangkara Sebab merupakan fasilitas terdekat yang masih memungkinkan penanganan.
Tetapi setibanya Ke RS Bhayangkara, Irene sudah Untuk Kepuasan kritis. Upaya resusitasi jantung paru (RJP) dilakukan, tetapi nyawanya tak tertolong. Irene dan Kandidat bayinya dinyatakan meninggal.
Hasil Investigasi Kemenkes
Direktur Jenderal Kesejajaran Lanjutan Kemenkes RI Azhar Jaya mengatakan ada empat penyebab kematian Ke Tindak Kejahatan ini, Ke antaranya:
- Ibu tersebut tidak bisa ditangani Sebab satu Praktisi Medis spesialis obgyn Di menjalani seminar. Sambil Itu Praktisi Medis lainnya Di menjalani Pembelajaran.
- Kondisinya Pada itu hanya tersedia bidan, Sambil Itu ibu Irene membutuhkan persalinan caesar Sebab indikasi kekhawatiran komplikasi jika persalinan normal, lantaran ukuran bayi relatif besar.
- Minimnya sarana dan prasarana. Empat ruangan operasi Ke RS Adipura semuanya Lagi direnovasi, Supaya mustahil dilakukan operasi.
- RS Bhayangkara menolak ibu Irene lantaran kelas 3 BPJS Kesejajaran penuh, Supaya diarahkan Ke VIP Didalam mengurus administrasi terlebih dahulu Sebelumnya ditangani, yakni harus membayar Rp 4 juta.
“Ke mana seharusnya pasien Untuk keadaan emergency tidak boleh lagi dilakukan administrasi dahulu, tetap harus ditolong dulu,” kata Azhar.
Ancaman Hukuman Politik
Kemenkes menegaskan Berencana ada Hukuman Politik yang menunggu Pada Fasilitas Medis melanggar aturan, yakni menolak pasien Untuk Kepuasan kegawatdaruratan.
Aturan mengenai kewajiban Fasilitas Medis Memperoleh pasien gawat darurat sudah sangat jelas dan tegas Ke Untuk Perundang-Undangan No. 17 Tahun 2023. Karenanya, setiap dugaan Pelanggar Berencana ditindak sesuai mekanisme yang berlaku, termasuk Hukuman Politik berat.
Azhar menegaskan Untuk Tindak Kejahatan apapun, baik Yang Terkait Didalam ketersediaan Praktisi Medis spesialis, kapasitas kamar, maupun alasan administratif, Fasilitas Medis tetap wajib Memberi pertolongan pertama Ke pasien gawat darurat.
Yang Terkait Didalam ini, menurutnya ada tingkatan Hukuman Politik yang dapat dijatuhkan kepada Fasilitas Medis jika terbukti melanggar aturan penanganan pasien gawat darurat:
- Pembinaan kepada direktur Fasilitas Medis
- Pembinaan kepada penanggung jawab medis
- Pembekuan izin Sambil Itu
- Hukuman Politik terberat: pencabutan izin operasional Fasilitas Medis
“Dinas Kesejajaran sebagai pemberi izin Berencana melakukan pendalaman lagi. Hukuman Politik terberat bisa pencabutan izin Fasilitas Medis sampai Didalam pembinaan yang dilakukan, termasuk kepada direktur dan penanggung jawab Fasilitas Medis tersebut,” tegas Azhar.
Azhar menekankan tidak ada alasan apa pun yang membolehkan Fasilitas Medis menolak pasien gawat darurat, termasuk:
- Fasilitas penuh
- Ketiadaan ruang kelas 3
- Praktisi Medis tidak lengkap
- Masalah administrasi
- Ketidaksiapan ruang operasi
“Untuk situasi gawat darurat, Fasilitas Medis wajib Memberi stabilisasi Kepuasan pasien Sebelumnya dirujuk. Tidak bisa langsung menolak,” ujar Azhar.
Halaman 2 Didalam 4
Simak Video “Video Tindak Kejahatan Viral Ibu Hamil Papua, Wamenkes: Kita Investigasi“
(dpy/naf)
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Kemenkes Buka Hasil Investigasi-Kronologi Bumil Meninggal Ditolak 4 RS Ke Papua











