loading…
Arifin Halim, Konsultan Pajak Lainnya, Kuasa Hukum Lembaga Proses Hukum Pajak Lainnya, Advokat, dan Lulusan Langkah Doktor Ilmu Hukum Universitas Brawijaya. Foto: Ist
Konsultan Pajak Lainnya, Kuasa Hukum Lembaga Proses Hukum Pajak Lainnya, Advokat, dan
Lulusan Langkah Doktor Ilmu Hukum Universitas Brawijaya
Ke triwulan I tahun 2025 telah terjadi lonjakan restitusi Pajak Lainnya senilai Rp 144,38 triliun, Didalam restitusi PPN senilai Rp 113,29 triliun. Di pemberitaan media nasional diberitakan ”Restitusi Pajak Lainnya Batubara Menggunung, DJP Siapkan Solusi Mutakhir”. Lonjakan restitusi terutama Di sektor Barang Dagangan. Muncul pertanyaan, mengapa restitusi PPN Di perusahaan tambang batubara Meresahkan Ke tahun 2025 dan penerimaan Negeri menguap?
Perdagangan Keluar Negeri batubara Indonesia Ke semester I tahun 2025 sebesar 238 juta ton dan total produksi sebanyak 357,6 juta ton. Karenanya persentase Perdagangan Keluar Negeri batubara semester I tahun 2025 adalah 66,6%.
Tidak ada data resmi besarnya nilai restitusi PPN batubara. Bila sebagian besar restitusi PPN berasal Di perusahaan batubara, maka diperkirakan lebih Di 50% restitusi berasal Di perusahaan batubara. Didalam volume penjualan lokal sebesar 33,4%, maka potensi PPN Masukan batubara adalah mencapai Rp 85 triliun (Restitusi(Rp113.29T * 50%) + PPN Keluaran/PPN dipungut Di penjualan lokal (Rp113.29T * 50% : 66,6% * 33.4%)). Kita tunggu data resmi nilai PPN Masukan dan restitusi PPN batubara.
Ke aturan lama Perundang-Undangan PPN Dari pertama kali diberlakukan 1 Juli 1984, Barang Dagangan hasil pertambangan yang diambil langsung Di sumbernya diperlakukan sebagai ”bukan objek PPN”. Sesuai aturan lama, maka Rp85 triliun PPN yang dibayar Dari perusahaan tambang kepada supplier atas pembelian Barang Dagangan atau jasa Bagi kegiatan tambang tidak dapat direstitusi atau dikreditkan. PPN tersebut menjadi biaya produksi dan Memangkas laba usaha tambang, Supaya penerimaan Negeri langsung bertambah Rp 85 triliun.
Didalam aturan Mutakhir Dari 1 April 2022, Perundang-Undangan Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Perundang-Undangan HPP), hasil tambang tersebut diubah menjadi ”objek PPN”. Perubahan ini berdampak Rp85 triliun PPN Masukan Ke perusahaan tambang menjadi ”dapat dikreditkan”. Sebab penjualan lokal batubara hanya 33,4%, maka tentu PPN Masukan lebih besar dibandingkan Didalam PPN Keluaran Supaya perusahaan tambang berhak Bagi restitusi PPN.
Berikut ilustrasi PPN Masukan Tidak Dapat Dikreditkan Versus PPN Masukan Dapat Dikreditkan dan dampak penerimaan Negeri:
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Potensi Rp85 Triliun PPN Batubara Menguap