Jakarta –
Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) Manggarai Raya mempertanyakan penutupan kawasan Taman Nasional Komodo Sebagai Kegiatan wisata Di 2025. Betul-betul Terapi atau hanya kedok belaka?
Ide itu diungkapkan Dari Balai Taman Nasional Komodo (BTNK). Di ini Di digodok tentang Ide itu.
ASITA sepakat jika TN Komodo benar-benar melakukan Terapi Di area taman nasional. Asosiasi itu keberatan jika alasan Terapi itu ternyata Sebagai Kegiatan lain.
“Artinya, kalau memang bertahap Sebagai Terapi, kami mau tahu yang mau dipulihkan itu apa, yang mau direhabilitasi itu apa, itu kan harus jelas Agar Komunitas, juga kami pelaku Perjalanan Di Luarnegeri, bisa memaklumi dan itu dilakukan Didalam benar,” kata Ketua Asita Manggarai Raya, Evodius Gonsomer, seperti dikutip Di detikBali, Rabu (17/7/2024).
“Jangan gini, dia bikin tutup-tutup, tetapi Sebagai apa? Apakah Sebagai pembangunan? Ini yang tidak boleh. Supaya orang jangan bisa lihat pembangunan itu. Tetapi kan mau direhabilitasi, yang mau direhabilitasi apa?” ujar dia.
Untuk Evo, kunjungan wisatawan Di Taman Nasional Komodo tak mengganggu biawak komodo, baik Di Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan pulau lainnya.
“Kalau soal komodo-nya, wisatawan Di Pulau Komodo itu nggak Di Loh Liang (habitat komodo Di Pulau Komodo), hanya dilihat Di kolong, Di pinggir pantai, kemarin saya Mutakhir Di sana, itu aja dilihat,” ujarnya.
Evo mengatakan jika Sebagai Terapi terumbu karang maka menutup TN Komodo Berencana berlangsung lama dan berdampak Pada perekonomian Komunitas. Sebab, butuh waktu setidaknya 10 tahun Sebagai Terapi terumbu karang rusak Di TN Komodo.
“Kalau yang dia pikirkan adalah terumbu karang ya silahkan. Mulai Di mana, apakah mampu dia lakukan. Dahulu TNC saja, betul dia lakukan, tetapi tidak segampang itu. Dia membutuhkan waktu puluhan tahun Sebagai Terapi terumbu karang,” ujar Evo.
Mengenai kerusakan terumbu karang, Evo menyoroti tidak ada penertiban mengenai kapal yang membuang jangkar Sebagai berlabuh. Kapal yang membuang jangkar Sebagai berlabuh itu seharusnya diawasi Lantaran dikhawatirkan merusak terumbu karang.
“Memang kerusakan terumbu karang Di kawasan itu sungguh luar biasa, siapa yang mampu memulihkan ini memperbaiki ini, kecuali tutup total Sebagai 10 tahun, tetapi luar biasa dampaknya hancur ekonominya mulai Di hotel, restoran,” ujar dia.
Jangan Diputuskan Sepihak
Evo mengatakan Ide penutupan bertahap Sebagai rehabilitasi Taman Nasional Komodo sudah pernah dibicarakan Sebelumnya. Jika Ide itu terwujud, maka Berencana berdampak Pada warga Di Taman Nasional Komodo.
Warga Di Taman Nasional Komodo bisa kehilangan pendapatan Lantaran tak ada Kegiatan wisata Di sana. Evo pun Mendorong pemerintah Memberi Bantuan Fluktuasi Harga kepada Komunitas Di Taman Nasional Komodo jika Ide penutupan kawasan itu Dari Sebab Itu dilakukan.
“Baiknya kalau pemerintah Menyusun atau memberi Bantuan Fluktuasi Harga ekonomi kepada Komunitas Pulau Komodo Lantaran mereka sekarang ketergantungan Di Kegiatan wisata Di Pulau Komodo itu. Demikian juga Di Pulau Rinca,” kata Evo.
Evo juga menyesalkan Ide penutupan Taman Nasional Komodo terekspos Di publik. Ide penutupan itu bisa berdampak Pada industri Perjalanan Di Luarnegeri Di Labuan Bajo. Apalagi ada Ide penerbangan Di luar negeri Di Labuan Bajo mulai September 2024.
“Kalau sampai ini terangkat Di atas walaupun sekadar wacana dia punya omong ini, apalagi benar. Ini Mutakhir wacana pelaku usaha itu mikir. Kajian-kajian, omong aja jangan diekspos dahulu Lantaran berdampak,” ujar dia.
“Ngomong saja Labuan Bajo ini kawasan Taman Nasional Komodo ini perlu direhabilitasi, jangan bilang penutupan. Lantaran ini kawasan yang menggerakkan roda perekonomian Komunitas. Bayangkan kalau itu ditutup walaupun sebagian, tetapi omong keluarnya ditutup, ini sungguh luar biasa dampaknya,” kata Evo.
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: ASITA Pertanyakan Penutupan TN Komodo Sebagai Wisata, Terapi Alam atau Kedok?